BAB II PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Sastrawan
Kontemporer
Menurut Depdiknas (2008:1230) Sastrawan
adalah ahli sastra, pujangga, pengarang prosa dan fiksi, pandai-pandai, cerdik
cendikia. Menurut Depdiknas (2008: 729) Kontemporer adalah pada waktu yang
sama, semasa, sewaktu, pada masa kini, dewasa ini. Jadi sastrawan kontemporer
adalah ahli sastra pada masa kini, dewasa ini, semasa dan sewaktu.
Sastrawan
kontemporer tidak hanya berhenti dalam produktivitas, tetapi lebih-lebih dalam
pencarian bentuk-bentuk pengucapan baru. Sastra kontemporer dalam karyanya
melahirkan eksperimen berupa penjungkirbalikan kata, penciptakan kata-kata
baru, penciptaan idiom-idiom baru dan sebagainya. Purba(2010:15) “Misalnya
Sutardji mulai tidak mempercayai kekuatan kata tetapi dia mulai berpaling pada
eksistensi bunyi dan kekuatannya”. Pembaharuan yang dilakukan Sutardji
benar-benar memberi wajah baru bagi perjalanan dan perkembangan puisi
Indonesia.
Sastrawan
kontemporer melakukan suatu pergeseran nilai kehidupan secara menyeluruh. Hal
ini ditandai dalam karyanya banyak yang
mengambil ide atau gagasan dari permasalahan yang terjadi dalam kehidupan
manusia. Sastrawan kontremporer memiliki peranan dan fungsi yang penting dalam
perkembangan sastra di Indonesia muktahir ini. Keberadaan sastrawan kontemporer
memberi warna yang berbeda dalam perpuisian, cerpen dan novel di Indonesia.
Karya sastra kontemporer menjadi suatu awal pembaharuan cara berekspresi para
penyair dan pengarang kontemporer.
2.2
Nama-nama dan Identitas Sastrawan Kontemporer
1. I Dewa Putu Wijaya
Putu
Wijaya lahir pada tangggal 11 April
1944 di Tabanan (Bali) dan bekerja sebagai wartawan. Ia sudah menulis kurang lebih 30 novel, 40
naskah drama, sekitar seribu cerpen, ratusan esei, artikel lepas, dan kritik
drama. Sebagai dramawan, ia memimpin Teater Mandiri sejak 1971, dan telah
mementaskan puluhan lakon di dalam maupun di luar negeri.Contoh
karya-karyanya yang banyak
diperbincangkan yaitu Telegram, Pabrik, Stasiun, Keok, Sobat, Tak cukup sedih, Ratu, Edan, Bila Malam Bertambah Malam, Aduh, Perang, Ms Novelet, dan nyali.
2. Iwan
Simatupang
Iwan
Simatupang lahir pada tanggal 18 Januari
1928 di Sibolga (Sumatra Utara). Beliau
menempuh pendidikan di berbagai perguruan tinggi, tidak satu pun yang tamat,
dengan bidang ilmu kedokteran
(Surabaya), belajar antropologi dan filsafat di Leiden dan Paris. Beliau pernah menjadi Guru, wartawan dan pengarang, yang
hasil karyanya kebanyakan merupakan karya sastra absurd, irrasional dan filosofis. Beliau telah mengarang semua genre sastra: Cerpen, Novel,
Puisi, Drama, Esei dan kritik sastra. Beliau wafat pada
tanggal 4 Agustus
1970 di Jakarta. Contoh
karyanya
yaitu
Merahnya
Merah
(1977),
Kering (1972), Ziarah (1976), Koong, kisah tentang seekorperkutut (1975),
Tunggu
Aku
dipojok Jalan
Itu, Jang Tak Terpadamkan (Cerpen 1965), Perang di Taman
(Drama 1966), Tegak Lurus dengan Langit (Antologi Cerpen 1982) dan Monolog Simpang Jalan.
3. Linus
Suryadi A.G
Linus Suryadi dalam
puisi-puisinya dimuat idiom jawa. Ia juga mampu menciptakan kuatrin yang pekat.
Di samping itu terdapat unsur budaya jawa, bahasa yang prosais, tidak
dikenalnya kata atau istilah tabu. Contoh karyanya yaitu Pengakuan pariyem (Novel 1988), Syair-syai dari Yogya
(Sajak 1978), Langit Kelabu (Sajak 1976), dan maria
dari magdala.
4. Korrie
Rayun Rampan
Lahir
pada tanggal 17 Agustus
1953 di Samarinda. Beliau merupakan seorang sarjana yang bekerja sebagai
wartawan. Beliau dalam
karya sastranya mengungkapkan tradisi Kalimantan. Contoh
karyanya
yaitu:
Upacara (Novel 1978), putih! putih/putih! (1975), Sawan (Puisi 1978), Api Awan Asap (Novel, 1976), lingkaran kabut, perawan dan Danau liaq(2002).
5. Remi Silado
Remi Silado banyak
menciptakan mbeling atau puisi lugu. Puisi
ini mengungkapkan hidup sosial kota-kota besar yang sering menampilkan
sikap yang skeptis, pesimis, anarkhis dan individualis. Puisi mbling adalah
puisi yang secara blak-blakan, lugu tanpa menghiraukan diksi tradisional. Contoh
karya yaitu:
Gali
Lobang
Gila
Lobang (Roman) dan Belajar Menghargai Hak Asasi Kawan (Sajak).
6. Kuntowijoyo
Kuntowijaya
lahir pada tanggal 8 September 1943 di Yogyakarta. Beliau
merupakan Dr.
Sastra yang berprofesi sebagai dosen U niversitas Gajah Mada, pengarang
dan sejarawan. Contoh
karya yaitu: Suluk
awang-uwung (Sajak 1975), pasar (Novel, 1972), Kotbah di atas Bukit (1976),
Isaraf
(1976), Keta
api yang Berangkat
Pagi
hari (1966), Impian Amerika (1997), dan Daun Makrifat (Cerpen).
7. Budi
Darma
Budi
darma merupakan Dr.
Sastra yang pernah menjadi rektor IKIP di Surabaya. Beliau adalah sorang sastrawan kontemporer yang
melakukan pembaharuan dalam karya sastranya. Contoh karyanya yaitu: Rafilus, Olenka (Novel, 1983), Orang-orang Bloomington (Antologi cerpen 1980), dan Kritikus Adinan (Cerpen, 1974).
8. Sutardji
Calzoum Bachri
Sutardji
penyair kelahiran Rengat (Riau) tanggal 24 Juni 1941, dari suku bangsa Melayu. Pendidikan SD sampai SMA
ditamatkan di Tanjung Pinang (Kepri) dan selanjutnya melanjutkan ke jurusan
Administrasi Negara Fakultas Sosial Politik Universitas Pajajaran Bandung,
sampai tingkat II (Program
Doktoral/lama). Oleh karena tingginya minat dan intensitasnya kepada sastra,
khususnya puisi, ia berhenti kuliah. Beliau mengarang puisi, cerpen, esei dan
kritik sastra. Dia termasuk salah satu pembaca puisi terbaik indonesia sampai
saat ini dan telah membacakan puisinya di Rotterdam International Poetry
Reading (Belanda) tahun 1975. Pada tanggal 26 Januari 1976, Sutardji mengumumkan
dirinya secara lisan dalam sebuah acara sastra di Taman Ismail Marzuki menjadi
Presiden Penyair I ndonesia.
Karya sastra beliau berangkat dari tradisi mantera (Melayu). Contoh karyanya
yaitu: “O” (Sajak-sajak 1973), Amuk (1977), Hujan Menulis Ayam (2001), O Amuk Kapak
(1981), Kredo puisi, Jadi, Batu, Shanghai, Pot, Idul Fitri dan Winka Sihka.
9. Ibrahim
Sattah
Ibrahim
lahir di Tarempa pada
tahun 1945. Beliau menamatkan SMA dan bekerja menjadi Polisi Militer, Pendiri
Bumi Pustaka dan dramawan. Beliau selain mengambil efek puitik mantera, juga
mengambil permainan kanak-kanak, lagu-lagu dan cerita rakyat Melayu Riau sebagai sumber
pengucapan puitiknya. Mantera
itu bukan lagi mantera tradisional untuk menyihir dan orang sakit, melainkan
mantera modern yang menyarankan yang baru dengan cara tersendiri. Beliau
wafat tanggal 17 Januari
1987. Contoh karyanya yaitu: Dandandid (1975), Ibrahim (1980), Hai Ti (1981), Duka dan Wawa.
10. Abdul Hadi Widi Muthari
Abdul Hadi lahir di Sumenep
tahun 1945. Beliau adalah seorang Dr. Sastra di Universitas Sains Malaysia (1999).
Beliau seorang lirikus dengan kedalaman sikap religiusnya yang intens selalu
tercermin pada banyaknya puisinya. Beliau berpendapat aku dan alam tidak lain
adalah ayat-ayat Tuhan yang perlu diakrabi untuk melahirkan tindakan-tindakan
kreatif. Melihat dan merasakan suasana lirik yang kental dalam puisi Abdul
Hadi, W.M. Latunan pesona puisi Abdul Hadi W.M lain pula dengan getaran yang
bergelora pada puisi-puisi Sutardji. Kalau Sutardji tampak liar dan gelisah
dalam menggapai Tuhan, maka Abdul Hadi W.M, terasa memencarkan pesona langit. Contoh
karyanya yaitu: Riwayat (1967), Laut Belum Pasang (1971), Potret Panjang
seorang Pengunjung Pantai sanur (kumpulan sajak 1967-1971), Cermin ( sajak
1972-1975), Meditasi ( sajak 1971-1975) dan Tergantung Pada Angin ( kumpulan
sajak, 1975-1976).
11. Arifin C.Noer
Arifin adalah seorang
sastrawan kontemporer yang melakukan pembaharuan dalam karya sastranya. Arifin
merupakan sastrawan yang menciptakan karya sastra dari kehidupan manusia. Contoh
karya yaitu: Beberapa puisi dalam Horison (1966-1967), Sepasang Pengantin
(Drama, 1968), Kapai-kapai (Sandiwara, 1970) dan Kasir Kita (1972).
12. Danarto
Danarto lahir pada tanggal 27 Juni 1940 di Sragen. Dalam
karyanya beliau kembali ke akar tradisi atau kembali ke sumber ialah suasana purbawi ke dalam puisi-puisi
tanpa kehilangan kemodeman. Beliau berurusan dengan kata-kata dan bagaimana
menuangkan pengalaman batin dan rasa untuk menemukan darah sekaligus daging
dalam puisi. Beliau menggunakann tokoh-tokoh yang abiotik dan hewan dapat
berbicara dan perilaku seperti manusia. Contoh karyanya yaitu: godlob (Cerpen,
1974), Adam Makrifat (Cerpen, 1982), Berhala (Cerpen, 1987), Argagendon, Rintrik
dan Kecubung Pengasihan.
13. Darmanto Jatman
Darmanto lahir di Jakarta pada tahun 1942. Beliau
terkenal dengan puisi-puisinya yang terdiri
dari campur baur berbagai macam bahasa yang dipadukan dengan kata seru
yang menghentak dan lembut menggambarkan kesemrawutan kebahasaan masyarakat
modern, ia lebih mbling dari Remi Silado. Ia lebih memiliki kesungguhan
mengugat, mencemooh, menyelesaikan sesuatu. Contoh karyanya yaitu: Bngsat
(1974), Sang Darmanto (Sajak).
14. Ediruslan Pe Amariza
Ediruslan lahir pada tanggal
17 Agustus 1947 di Bagan siapi-api. Beliau adalah seorang pengarang, Ketua
Dewan Kesenian Pekanbaru, dosen, wartawan dan anggota DPRD Riau. Beliau
meninggal bulan Mei 2000 di Jakarta. Contoh karyanya yaitu: Vagaban, Pekanbaru
(Puisi, 1975), Surat-suratku kepada GN (Puisi 1983), Bukit Kawan (Antologi
puisi, 1985), Di Bawah Mentari (Novel, 1981), Jakarta, Dimanakah sri (1982),
Taman (Novel, 1983), Jembatan/ kekasih Sampai Jauh, Nakhoda (Novel), Ke Langit
(1993), Panggil Aku Sakai (Novel, 1987), Kayah, Umi Kalsum (Drama), Renungkan Markasan
(Cerpen, 1997) dan Dikalahkan Sang Sapurba (Novel, 1999).
15. Eko Budianta, C.A
Eko budianta merupakan
sastrawan yang melakukan suatu perubahan dalam karya sastranya. Beliau adalah
seorang yang selalu membedakan karya sastranya dengan sastrawan zaman
dahulu. Contoh karya yaitu: Ada (buku
puisi, 1976), Bel, 28 puisi (1977), Real (Puisi, 1977) dan Puisi ASEAN (1978).
16. Emha Ainun Najib
Emha Ainun Najib adalah
penyair religius yang sezaman dengan Sutardji. Ia sangat peka terhadap
permasalahan sosial. Ia berpendapat bahwa puisi akan mampu merangsang untuk
menguak berbagai jalan ke cakrawala. Ia bisa menerima yang kontemplatif tetapi
yang aktif. Hal itu dimasukkannya puisi boleh ke luar rumah tetapi tetap
membawa nurani bilik sunyinya, seperti juga puisi kamar yang sunyi dapat
menangkap alam dan udara di luar jendela. Bagi Emha, puisi itu semacam barang
mainan ia tidak begitu sering akan tetapi ia menjadi penting dan utama bila
mampu menawarkan suatu dunia dalam.
Dunia dalam ini adalah sekaligus dari luar yang tidak terbatas. Contoh karyanya yaitu: Sajak-sajak Sepanjang Jalan
(1978), 99 Untuk Tuhanku (1978), Seribu Masjid Satu Jumlahnya (1990) dan
Nocturno.
17. Rachmad Djoko Pradopo
Rachmad merupakan pakar
bahasa Indonesia dan penyair puisi Indonesia. Rachmad membuat ciri-ciri puisi
kontemporer Indonesia. Contoh karyanya yaitu: Matahari Pagi di Tanah Air (puisi,1967),
Sajak-sajak (1975) dan Matahari Di tengah Hutan (1994).
18. Sapardi Djoko Damono
Sapardi sebagai penyair
imajis karena susunan kata didalam puisinya mampu menghadirkan suasana yang
sarat dengan citra lihatan,M.S. Di dalam puisi Sapardi ini susunan katanya
mempunyai daya kejut yang spesifik karena ia melukiskan yang terdiri dari
citra-citra lihatan yang banyak dari benda mati namun menjadi hidup setelah
diberi nyawa oleh Sapardi. Jika kita pernah membaca fabel dengan binatang tiang
listrik, hujan, kabut bisa berbicara seperti manusia. Contoh karyanya yaitu: Akuarium
(Sajak, 1974), Mata Pisau (sajak, 1974), Dukamu A(sajak, 1975), Lirik Parsi
Klasik (1977), Arloji (Antologi puisi, 1999) dan Pus Puisi Cat Air untuk Rizki.
19. Umar kayam
Umar Kayam lahir tanggal 30
April 1932 di Ngawi. Beliau adalah seorang Dr.Sastra, dosen Universitas Gajah
Mada dan pengarang. Beliau wafat bulan Desember 2002 di Jakarta.
Contoh karyanya yaitu: Seribu Kunang-kunang di
manhattan (Cerpen 1972), Sri Su Marah dan Bawak (1975 ), Para Priyayi (Novel
1995), Jalan Menikung (2000), Istriku, Madame Schlitz dan Sang Raksasa.
20. Taufik Ikram Jamil
Taufik Ikram Jamil lahir
pada tanggal 19 September 1963 di Teluk Belitung. Beliau adalah seorang sarjana
FKIP UNRI, wartawan dan pengusaha. Beliau juga banyak membuat karya sastra
khususnya cerpen. Contoh karyanya yaitu: Tersebab Haku Melayu (puisi, 1995),
Sandiwara Hang Tuah (cerpen, 1996), Membaca Hang Jebat (1998), Hempasan
gelombang (1999).
21. Yudhistira ANM Massardi
Yudhistira ANM Massardi
lebih mbeling lagi dari Remi Silado dsan Darmanto Jatman. H.B. Jassin
berpendapat bahwa puisi-puisinya memberikan kesan yang dibuat oleh anak-anak
yang tak berdosa lagi. Contoh karyanya yaitu: Arjuna Mencari Cinta (1977), Ding
Dong (1978), Sajak Sikat Gigi (1978),
Biarin, Sajak Dolanan Anak-anak.
22. Darman Moenir
Darman Moenir lahir pada
tanggal 27 Juli 1952 di Batusangkar. Beliau seorang Sarjana Bahasa Inggris UBH
Padang. Contoh karyanya yaitu: Bako (1980), Kenapa Hari Panas Sekali
(puisi,1973), Gumam (1976), Kabut, Batu, Kampung Kecil (Cerita Bersambung di SK
Haluan).
23. Idrus Tintin
Idrus Tintin lahir pada
tanggal 10 Oktober 1932 di Rengat. Beliau tamatan SMA, Buruh, pengarang,
wartawan, guru, Ketua Dewan Kesenian Riau. Contoh karyanya yaitu: Luput (1986),
Burung Waktu (1990), Nyanyian di Lautan Tarian di tengah Hutan (1996).
24. Hasan Junus
Hasan Junus lahir pada tahun
1942 di P. Penyengat. Beliau tamatan ABA
Bandung, Guru, kolumnis dan pengarang. Contoh karyanya yaitu: Burung Tiung
Srigading (1978), Pelangi Pagi dan Sejumlah Cerita Lain (Cerpen, 1999).
25. Aspar
Aspar (Andi Sopyan Paturisi)
lahir pada tanggal 19 April 1943 di Bulukumba. Beliau meruapakan sastrawan
kontemporer yang bergelut dalam karya sastra novel. Contoh karyanya yaitu: Arus
(Novel, 1976), Pulau (Novel, 1976), Sajak-sajak dari Makassar.
26. F. Rahardi
F. Rahardi dengan kumpulan
puisinya menampilkan kenakalan-kenakalan dengan humor-humor yang tinggi dan
kadang-kadang konyol tetapi segar. Beliau merupakan sastrawan kontemporer yang
banyak membuat karya sastra marginal.
Beliau adalah sastrawan yang pertama memciptakan karya sastra marginal
di Indonesia. Contoh karyanya yaitu: Silsilah Garong.
27. Afrizal Malna
Afrizal sejak 1983
puisi-puisinya diperhatikan karena imaji simboliknya yang memukau. Ia juga
memerhatikan pemilihan kata yang kadang-kadang menggebu-gebu. Puisi-puisi
beliau di dalam kumpulan Abad yang Berlari, kebanyakan tidak berdasarkan otak,
tetapi berdasarkan roh kata-kata yang liar dan berdarah. Contoh karyanya yaitu:
Gelora Burung
28. Y.B Mangunwijaya
Mangunwijaya banyak
mengarang novel-novel sejarah. Beliau telah menghayati akar-akar tradisi jawa.
Beliau berasal dari suku Jawa. Karya sastra yang ditulis beliau mengacu pada
naskah kuno atau melalui penelitian-penelitian dan mempunyai muatan sejarah
yang kuat. Contoh karyanya yaitu: Ikan-ikan Hiyu, Idohoma (1983), Roro Mendut
(1981), Genduk Duku (1986), Setadewa dan Lusi Lindri (1987).
29. N.H. Dini
N.H. Dini dalam karya
sastranya memiliki nilai yang universal dan tema yang dikemukakan adalah
problem manusia pada umumnya. Beliau adalah sastrawan yang berwawasan budaya
internasional yang mempelajari berbagai macam problem kehidupan sosial dalam
masyarakat dunia. Karya sastra beliau banyak yang berbentuk novel kontemporer
Indonesia. Contoh karyanya yaitu: Sri.
30. Pramudya Ananta Toer
Pramudya Ananta toer adalah seorang sastrawan yang dalam karya
sastranya mengangkat tema tentang kehidupan manusia sehari-hari. Beliau adalah
seorang novelis sastra kontemporer. Contoh karyanya yaitu: Bumi Manusia (1980).
31. Ngarto Februana
Ngarto Februana seorang
sastrawan kontemporer yang menggeluti karya sastra khususnya novel Indonesia
kontemporer. Beliau merupakan sastrawan yang karya sastra banyak berbentuk
novel. Contoh karyanya yaitu: Menolak untuk Pulang (2000).
32. Sides Sudyarto
Sides Sudyarto yaitu seorang
sastrawan kontemporer yang melakukan pembaharuan dengan memakai kata-kata supra,
kata-kata konvensional yang dijungkirbalikkan dan belum dikenal masyarakat
umum. Contoh karyanya yaitu: Gerisa.
33. Jeihan
Jeihan adalah seorang
sastrawan yang menggunakan simbol-simbol dengan menampilkan atau kalimat seruan
yang sedikit. Contoh karyanya yaitu: Viva Pancasila.
2.3
Karya-karya Sastrawan Kontemporer
2.3.1 Puisi Kontemporer
Kumpulan puisi Sutardji Calzoum Bachri
Mantera
Lima percik mawar
Tujuh sayap merpati
Sesayat langit perih
Dicabik puncak gunung
Sebelas duri sepi dalam rupa dupa
Tiga menyan luka
Mengasapi duka
Puah!
Kau jadi kau!
Kasihku
Analisis:
Puisi
mantera merupakan puisi yang mengandung nilai-nilai mantera atau kembali keakar
tradisi masyarakat Melayu Riau. Kata-kata dalam puisi mantera seperti kata-kata
yang diucapkan oleh dukun atau pawang. Puisi ini bernuansa mistik atau ghaib.
Shanghai
Ping di atas pong
Pong di atas ping
Ping ping bilang pong
Pong pong bilang ping
Mau pong? Bilang ping
Mau ping? Bilang pong
Mau mau bilang ping
Ya pong ya ping
Tak ya pong tak ya ping
Tak ya ping tak ya pong
Ku tak punya ping
Ku tak punya pong
Pinggir ping ku mau pong
Tak tak bilang ping
Tak tak bilang pong
Sembilu jarak Mu menancap nyaring
Analisis:
Puisi
Shanghai adalah puisi yang sangat memperhatikan unsur bunyi dan bewrbentuk
puisi mantera. Dalam puisi Shanghai
terdapat pembaharuan yaitu kata-kata yang biasanya terdapat di dalam mantera.
Sutardji melakukan inprovisasi dalam penciptaan puisi-puisinya. Puisi ini
ditujukan kepada Sang Pencipta alam semesta.
Batu
Batu mawar
Batu langit
Batu duka
Batu rindu
Batu jarum
Batu bisu
Kaukah itu
Teka
Teki
Yang
Tak menepati
janji?
Dalam seribu gunung langit tak runtuh dengan seribu
perawan hati tak jatuh dengan seribu sibuk sepi tak mati dengan seribu beringin
ingin tak teduh. Dengan siapa aku mengeluh? Mengapa jam harus berdenyut sedang
darah tak sampai mengapa gunung harus meletus sedang langit tak sampai mengapa
peluk diketatkan sedang hati tak sampai mengapa tangan melambai sedang lambai
tak sampai.
Kau tahu?
Batu risau
Batu pukau
Batu-Kau-ku
Batu sepi
Batu ngilu
Batu bisu
Kaukah itu
Teka
Teki
Yang
Tak menetapi
Janji?
Analisis:
Puisi batu
merupakan puisi yang mengandung nilai-nilai mantera atau puisi ynag kembali
kewarisan budaya mistik zaman dahulu. Puisi batu merupakan puisi yang
melambangkan seseorang yang memiliki sifat keras kepala yang dilambangkan dalam
puisi ini dengan kata batu.
Walau
Walau penyair besar
Takkan sampai sebatas Allah
Dulu pernah kuminta Tuhan
Dalam diri
Sekarang tak
Kalau mati
Mungkin matiku bagai batu tamat bagai pasir tamat
Jiwa membumbung dalam baris sajak
Tujuhb puncak membilang-bilang
Nyeri hari mengucap-ucap
Di butir pasir kutulis rindu-rindu
Walau huruf habislah sudah
Alifbataku belum sebatas Allah
Analisis:
Puisi walau terlihat nilai
religius yang tinggi. Puisi ini menjelaskan bahwa manusia tidak ada apa-apanya
dihadapan Allah Swt. Kemampuan manusia ada batasnya tetapi kemampuan Allah
tidak tertandingi oleh apapun di muka bumi. Oleh karena itu, manusia tidak
boleh bersifat sombong, angkuh, dan sebagainya, karena manusia hanya makhluk
ciptaan Allah Swt.
Tanah Airmata
Tanah airmata tumpah dukaku
Mata air airmata kami
Airmata tanah air kami
Di sinilah kami berdiri
Menyanyikan airmata kami
Di balik gembur subur tanah-Mu
Kami simpan perih kami
Di balik etalase megah gedung-gedung-Mu
Kami coba sembunyikan derita kami
Kami coba simpan nestapa
Kami coba kuburkan dukalara
Tapi perih tak bisa sembunyi
Ia merebak kemana-mana
Bumi memang tak sebatas pandang
Dan udara luas menunggu
Namun kalian takkan bisa menyingkir
Kemana pun melangkah
Kalian pijak airmata kami
Kemana pun kalian terbang
Kalian kan hinggap di airmata kami
Kemana pun berlayar
Kalian arungi airmata kami
Kalian sudah terkepung
Takkan bisa mengelak
Takkan bisa kemana pergi
Menyerahlah pada kedalaman airmata kami.
Analisis:
Puisi Tanah Airmata
merupakan puisi tentang kritik sosial. Puisi ini menjelaskan bahwa kesedihan
rakyat terhadap tanah air yang tercinta. Dalam puisi ini rakyat tidak bisa
berbuat apa-apa di tanah airnya sendiri, karena tanah air yang mereka tinggali
tidak seperti dulu lagi. Dahulu tanah air mereka subur, aman, dan damai,
sekarang sangat memprihatinkan.
Dandandid
Maka adalah pasir
Maka adalah batu
Adalah bayang
Dan ini dan itu Engkau dan aku: DANDANDID
Di sana pasir di sini pasir si sana batu di sini batu
Di sana bayang di sini baying di sana air di sini air
Maka adalah lengang
Terkapung dalam beragam makna di mana aku ada
Dan sebagaimana biasa aku pun bisa
Sesuatu
Yang tak kutahu
Indandid indekendekid
indekandekuman
Indaddid
Kaukah itu
Yang membasuh kaki yang membasuh bumi
Yang tak ada yang hilang tak hilang
Jauh tak jarak dekat tak sentuh
Di pasir di batu di baying di air di sunyi di situ di sana
Di sini
Kuraba halamu
Kusapa jua dirimu
Kanakkanah dan kupu-kupu
Yang di kakimu itu DANDANDID
Indekandekid indekandekudeman indandid
Karya : Ibrahim Sattah
Analisis:
Puisi Dandandid merupakan
puisi yang berbentuk matera. Didalam puisi ini bertolak dari pengalaman
kanak-kanaknya dengan lagu malam anak serta dogeng ke dalam puisi-puisinya.
Puisi ini berusaha melakukan pembaharuan dengan kata-kata yang digunakan dalam
puisi ini terlihat bahwa penyair ingin
mengabungkan nilai matera dengan puisi yang menceritakan lagu anak-anak.
Pus Puisi Cat Air Untuk Rizki
Angin
berbisik kepada daun jatuh yang tersangkut kabel
Telepon
itu,” aku rindu, aku ingin mempermainkanmu!”
Kabel
telepon memperingatkan angin yang sedang memungut
Daun
itu dengan jari-jarinya gemas,” jangan berisik menganggu
Hujan!”
Hujan meludah di ujung gang lalu menatap angin dengan
tajam,
hardiknya,” lepaskan daun itu.
Karya: Sapardi Djoko Damono
Analisis:
Puisi ini sastrawan
melakukan eksperimen sederhana, melainkan di balik kesederhanaannya itu ada
sesuatu yang mencuit tiba-tiba bisa membedakan Sapardi dengan penyair lainnya.
Dalam puisi ini susunan katanya mempunyai daya kejut yang spesifik karena ia
melukiskan yang terdiri dari citra-citra lihatan yang banyak dari benda mati
namun menjadi hidup setelah diberi nyawa oleh sapardi. Dalam puisi ini terlihat
bahwa angin, kabel telepon, hujan kabut seolah berbicara seperti manusia.
Gerisa
Ya maraja jaramaya
Ya marani niramaya
Ya silapa palasiya
Ya mirado rodaminya
Ya dayuda dayudaya
Ya siyaca cayasiya
Ya sihama mahasiya
Karya: Sides Sudyarto
Analisis:
Puisi ini sastrawan
melakukan pembaharuan dengan memakai kata-kata supra, kata-kata konvensional
yang dijungkirbalikan dan belum dikenal masyarakat umum. Kata-kata dalam puisi
ini sulit dipahami karena kata-katanya inkonvensional sehingga harus
benar-benar dipahami agar bisa mengerti maksud dalam puisi ini.
V!
!VIVA PANCASILA!
VVVVVVVVVVVVVVVVV
VVVVVVVVVVVVVVVVV
VVVVVVVVVVVVVVVVV
VVVVVVVVVVVVVVVVV
VVVVVVVVVVVVVVVVV
VVVVVVVVVVVVVVVVV
VVVVVVVVVVVVVVVVV
VVVVVVVVVVVVVVVVV
V!
! VIVA PANCASILA !
Karya: Jeihan
Analisis:
Puisi ini mengunakan simbol-simbol
dengan menampilkan atau kalimat seruan yang sedikit. Puisi ini sangat sulit
diartikan dan dipahami karena puisi hanyan terdiri dari simbol-simbol.
Sastrawan kontemporer melakukan perubahan dalam karya sastra khususnya puisi
terlihat dalam puisi ini pembaca sangat sulit dimengerti.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar